Assalamualaikum wr.wb salam hangat buat sahabat blogger semua
terima kasih masih selalu setia membaca artikel-artikel yang sangat bermanfaat bagi
yang membutuhkan..hehhehe
oke sahabat blogger kali ini saya akan berbagi informasi yang terupdate Jakarta - Harga SIM Card
untuk kartu perdana rencananya mau kembali dibikin mahal seperti di era
2000-an awal saat telekomunikasi seluler baru berkembang. Apa alasan
SIM Card dibanderol jadi Rp 100 ribu?
Dirjen Sumber Daya dan
Perangkat Pos Informatika (SDPPI) Kementerian Kominfo Muhammad Budi
Setiawan, menjelaskan harga kartu perdana akan dijadikan lebih mahal
karena penetrasi seluler di Indonesia sudah 120%.
"Kalkulasinya,
jika kartu perdana mahal, hanya orang yang benar-benar ingin
berkomunikasi yang membeli kartu perdana tambahan," jelas Dirjen SDPPI
yang juga Wakil Ketua di Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).
Menurut
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo, Gatot S Dewa
Broto, usulan BRTI untuk menaikkan harga SIM Card jadi Rp 100 ribu ada
di dalam draft revisi Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang
Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi No. 23 tahun 2005.
"RPM
ini belum diuji publik dan masih dalam tahap proses. Belum tahu kapan
dilaksanakan karena masih dikaji di internal Kominfo. Kalau surat dari
BRTI sudah dikirimkan cukup lama," ungkapnya saat dikonfirmasi detikINET, Selasa (3/7/2013).
Yang
menjadi alasan harga SIM card naik jadi Rp 100 ribu tak lain karena
selama ini harga kartu perdana dijual terlalu murah. Harga pasaran
terendah ada yang dijual Rp 2000, atau bahkan gratis.
"Sehingga
kadang orang ada yang mudah saling ganggu dan habis itu dibuang.
Akibatnya, penomoran yang harusnya sumber daya terbatas jadi boros di
operator," jelasnya lebih lanjut.
Selain itu, harga kartu perdana yang murah diiringi bonus jor-joran dari operator, membuat SIM Card sering kali dijadikan alat untuk promosi dan cenderung mengarah spamming. Misalnya, SMS tentang penawaran kredit tanpa agunan (KTA) yang sering tak diinginkan di inbox ponsel pelanggan.
Gatot
pun mengakui bahwa kebijakan ini sangat sensitif. Itu sebabnya,
pemerintah harus berhati-hati dengan kenaikan angka tersebut dan harus
mempertimbangkan nilai ekonomi masyarakat.
"Kami juga
mengingatkan BRTI apakah angka Rp 100 ribu itu sudah dihitung nilai
keekonomiannya. Jangan sembarang tetapkan angka tanpa alasan jelas.
Selain itu apakah sudah dihitung social cost-nya, karena jangan sampai dianggap menaikkan tarif meski sesungguhnya tarif tidak naik," tegasnya.
"Dan
yang lebih penting lagi, bagaimana dengan verifikasi datanya. Jadi
masih harus banyak yang disempurnakan. Kalau tidak, kasihan Pak Menteri
(Tifatul Sembiring) karena dianggap buat rancangan tanpa kajian
komprehensif, meski tujuan revisinya sih baik-baik saja," pungkas Gatot.
salam hangat,
smartblogkoe[at]gmail[dot]com